Kamis, 29 November 2012

teori-teori dalam bimbingan konseling


dalam mata kuliah bimbingan konseling terdapat beberapa teori yang mendukung diantaranya:
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Teori Trait & Factor
a.       Latar Belakang Sejarah
Konseling dengan pendekatan trait and factor yang dipelopori oleh Williamson ini disebut pula konseling yang mengarahkan (directive counseling), karena konselor secara aktif membantu klien mengarahkan perilakunya kepada pemecahan kesulitannya. Maka konseling yang directive ini disebut pula counseling centered atau konseling yang berpusat pada konselor. Dan konseling semacam inilah yang banyak dilakukan di sekolah-sekolah baik diluar negeri maupun di Indonesia.
Menurut teori ini, kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau suatu factor yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Teori ini juga berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia ditentukan oleh kactor pembawaan maupun lingkungannya. Perkembangan kemajuan individu mulai dari masa bayi hingga dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan factor. Hasil yang mendasar bagi konseling sifat dan factor adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya.
Menurut teori ini, manusia dilahirkan dengan membawa potensi baik dan buruk. Manusia bergantung dan hanya berkembang secara optimal di tengah-tengah masyarakat. Manusia selalu ingin mencapai hidup yang baik.
b.      Proses Konseling
Proses konseling menurut teori ini berlangsung dalam enam tahap pokok, diantaranya:
Ø  Tahap Analisis
Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan informasi dan data mengenai klien yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman tentang diri klien sehubungan dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh penyesuaian diri, baik untuk masa sekarang maupun yang akan datang.
Ø  Tahap Sintesis
Pada tahap ini terdapat usaha merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan penyesuaian diri klien.
Ø  Tahap Diagnosis
Diagnosis merupakan langkah menarik kesimpulan logis mengenai masalah-masalah yang dihadapi klien atas dasar gambaran pribadi klien hasil analisis dan sintesis.
Ø  Tahap Prognosis
Williamson menyatakan bahwa prognosis merupakan proses yang tidak terpisahkan dari diagnosis. Prognosis berkaitan dengan upaya untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan data yang ada.
Ø  Tahap Konseling
Konseling dapat dipandang sebagai proses pemberian bantuan, tetapi juga dapat dipandang sebagai salah satu proses konseling. Pada tahap konseling dilakukan pengembangan alternative pemecahan masalah, pengujian alternative, dan pengambilan keputusan.
2.      Psychoanalysis Teraphy
a.       Latar Belakang Sejarah
Teori ini tidak bisa dilepaskan dengan peran seorang tokoh yang bernama Sigmund Freud (6 Mei 1856 – 23 September 1939). Ia adalah seorang neurolog Austria dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi, gerakan yang memopulerkan teori bahwa motif tak sadar mengendalikan sebagian besar perilaku. Dalam menyembuhkan penderita tekanan psikologis, Freud menemukan metode pertama asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan permasalahan. Kedua analisis mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan, dan berbagai macam aktifitas emosi lain, hingga aktifitas emosi yang sama sekali tidak disadari.
Sehingga metode analisis mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Menurut pandangan teori ini, perilaku manusia ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi yang tidak disadari, dorongan biologis, serta dorongan naluri dan peristiwa yang berhubungan dengan psikoseksual pada masa enam tahun pertama.
b.      Proses Konseling
Dalam konseling psikoanalitik ini konselor diharapkan dapat membentuk kembali struktur karakter individu dengan membuat yang tidak sadar menjadi sadar, antara lain:
ü  Proses konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
ü  Konseling analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
ü  Mengasosiasikan antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
ü  Satu karakteristik psikonalisa adalah bahwa analisis bersikap anonim (tak dikenal) dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya.
ü  Konselor harus membangun hubungan kerja sama dengan klien.
ü  Menata proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara sesungguhnya.
ü  Klien harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses jangka panjang.
ü  Setelah beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas yaitu klien mengatakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya.
3.      Terapi Gestalt
a.       Latar Belakang Sejarah
Tokoh utama Terapi Gestalt adalah Frederick S Fritz Perls (1893-1970). Terapi ini dikembangkan oleh Frederick Perls dalam bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Terapi Gestalt berfokus pada apa dan bagaimana tingkah laku dan pengalaman disini dan sekarang dengan memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tak diketahui.
Menurut teori Gestalt, individu memiliki kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah tetentu dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuan dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan pertumbuhannya.
b.      Proses Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi manusiawinya. Fokus utama dalam konseling Gestalt adalah membantu individu melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan mandiri. Konsep utama terapi Perls adalah Perls menyatakan bahwa individu, dalam hal ini manusia, selalu aktif sebagai keseluruhan. Setiap individu bukan semata-mata penjumlahan bagian-bagian atau organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya. Melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian tersebut.
Garis-garis besar terapi Gestalt, diantaranya:
v  Fase pertama: membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien.
v  Fase kedua: yang harus dilakukan pertama menimbulkan motivasi pada klien. Kedua menciptakan raport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh klien untuk kepentingannya.
v  Fase ketiga: klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada pertemuan-pertenuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau harapan-harapan masa datang.
v  Fase terakhir: klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukkan integritas kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki kepercayaaan pada potensinya.
4.      Konseling Rational Emotive Therapy (R.E.T)
a.       Latar Belakang Sejarah
Tokoh dari teori ini adalah Albert Ellis yang lahir di Pittsburgh pada tahun 1913. Ellis adalah orang yang sangat produktif dan penuh gairah dan tak ayal lagi ia merupakan penulis dalam bidang konseling dan psikoterapi yang paling lincah. Konsep dasar teori ini adalah bahwa pola berpikir manusia itu sangat dipengaruhi oleh emosi, demikian pula sebaliknya. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan atau sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intrisik. Sedangkan pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi tetentu pikiran seseorang (Surya, 1988).
Secara umum ada dua prinsip yang mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. TRE beranggapan bahwa setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku, perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku dan perilaku mempengaruhi pikiran dan perasaan.
b.      Proses Konseling
Tujuan konseling Rational-Emotif antara lain:
·         Memperbaiki dan merubah sikap, persepsi, cara barpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis.
·         Menghilangkan gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah.
Salah satu teori utama mengenai kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E”. Teori ini merupakan sentral dari teori dan praktek RET. Secara umum dijelaskan dalam bagan sebagai berikut:
           

Komponen
Proses
A
Activity/ action/ agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau peristiwa yang mengawali atau yang menggerakkan individu.
External event
Kejadian diluar atau sekitar individu.
iB


rB
Irrational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal (A).
Rational Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung kejadian eksternal (A).
Self verbalization, terjadi dalam diri individu, yakni apa yang terus menerus ia katakan berhubungan dengan A terhadap dirinya.
iC


rC
Irrational Consequences, yaitu konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A).
Rational or reasonable Consequences, yakni konsekuensi-konsekuensi rational atau layak yang dianggap berasal dari rB=keyakinan yang rasional.
Ratioanal Beliefs, yakni keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung kejadian-kejadian eksternal (A).
D
Dispute irrational beliefs, yakni keyakinan-keyakinan irrasional dalam diri individu saling bertentangan (disputing).
Validate or invalidate self-verbalization, yakni suatu proses self–verbalization dalam diri individu, apakah valid atau tidak.
CE
Cognitive Effect of Disputing, yakni efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating) dalam keyakinan-keyakinan irasional.
Change self-verbalization, yakni terjadinya perubahan dalam verbalisasi daripada individu.
BE
Behavioral Effect of Disputing yakni efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakinan-keyakinan irasional diatas.
Change Behavior, yakni terjadinya perubahan perilaku dalam diri individu.
5.      Teori Konseling Behavioristik
a.       Latar Belakang Sejarah
Teori ini dikembangkan oleh Arnold Lazarus (lahir 1932). Dalam konsep bahavioral, perilaku manusia merupakan hasil belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya agar dapat memecahkan masalahnya.
Tugas konselor terhadap klien dalam teori behavioral ini adalah mengaplikasikan prinsip dan mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif. Yaitu menyediakan sarana untuk mencapai sasaran klien, dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum (Corey, 1995).
b.      Proses Konseling
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer & Stone, 1980) konseling behavior merupakan suatu proses membantu orang untuk memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu. (Muhammad Surya, 2003:23)
Metode yang dapat digunakan adalah:
*      Pendekatan operant learning hal yang penting adalah penguatan (reinforcement) yang dapat menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
*      Metode Unitative Learning atau social modeling diterapkan oleh konselor dengan merancang suatu perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
*      Metode Cognitive Learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dan klien, dan bermain peranan.
*      Metode Emotional Learning atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami suatu kecemasan.

1 komentar:

  1. sangat baik buat para konselor... dan jagan lupa kunjungi situs kami http://ppbunm.blogspot.com.. terimah kasih

    BalasHapus