dalam mata kuliah bimbingan konseling terdapat beberapa teori yang mendukung diantaranya:
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Teori
Trait & Factor
a.
Latar Belakang Sejarah
Konseling dengan pendekatan trait and
factor yang dipelopori oleh Williamson ini disebut pula konseling yang
mengarahkan (directive counseling), karena konselor secara aktif
membantu klien mengarahkan perilakunya kepada pemecahan kesulitannya. Maka
konseling yang directive ini disebut pula counseling centered atau konseling
yang berpusat pada konselor. Dan konseling semacam inilah yang banyak dilakukan
di sekolah-sekolah baik diluar negeri maupun di Indonesia.
Menurut teori ini, kepribadian merupakan
suatu sistem sifat atau suatu factor yang saling berkaitan satu dengan yang
lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan temperamen. Teori ini juga
berpendapat bahwa perkembangan kepribadian manusia ditentukan oleh kactor
pembawaan maupun lingkungannya. Perkembangan kemajuan individu mulai dari masa
bayi hingga dewasa diperkuat oleh interaksi sifat dan factor. Hasil yang
mendasar bagi konseling sifat dan factor adalah asumsi bahwa individu berusaha
untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya sebagai
dasar bagi pengembangan potensinya.
Menurut teori ini, manusia dilahirkan
dengan membawa potensi baik dan buruk. Manusia bergantung dan hanya berkembang
secara optimal di tengah-tengah masyarakat. Manusia selalu ingin mencapai hidup
yang baik.
b.
Proses Konseling
Proses konseling menurut teori ini
berlangsung dalam enam tahap pokok, diantaranya:
Ø Tahap
Analisis
Tahap kegiatan yang terdiri pengumpulan
informasi dan data mengenai klien yang bertujuan untuk memperoleh pemahaman
tentang diri klien sehubungan dengan syarat-syarat yang diperlukan untuk
memperoleh penyesuaian diri, baik untuk masa sekarang maupun yang akan datang.
Ø Tahap
Sintesis
Pada tahap ini terdapat usaha merangkum
dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian rupa sehingga menunjukkan
bakat, kekuatan, kelemahan dan kemampuan penyesuaian diri klien.
Ø Tahap
Diagnosis
Diagnosis merupakan langkah menarik
kesimpulan logis mengenai masalah-masalah yang dihadapi klien atas dasar gambaran
pribadi klien hasil analisis dan sintesis.
Ø Tahap
Prognosis
Williamson menyatakan bahwa prognosis
merupakan proses yang tidak terpisahkan dari diagnosis. Prognosis berkaitan
dengan upaya untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi
berdasarkan data yang ada.
Ø Tahap
Konseling
Konseling dapat dipandang sebagai proses
pemberian bantuan, tetapi juga dapat dipandang sebagai salah satu proses
konseling. Pada tahap konseling dilakukan pengembangan alternative pemecahan
masalah, pengujian alternative, dan pengambilan keputusan.
2.
Psychoanalysis
Teraphy
a.
Latar Belakang
Sejarah
Teori ini tidak bisa dilepaskan dengan
peran seorang tokoh yang bernama Sigmund Freud (6 Mei 1856 – 23 September
1939). Ia adalah seorang neurolog Austria dan pendiri aliran psikoanalisis
dalam psikologi, gerakan yang memopulerkan teori bahwa motif tak sadar
mengendalikan sebagian besar perilaku. Dalam menyembuhkan penderita tekanan
psikologis, Freud menemukan metode pertama asosiasi bebas adalah metode
yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri
seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan
permasalahan. Kedua analisis mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang
abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan, dan
berbagai macam aktifitas emosi lain, hingga aktifitas emosi yang sama sekali
tidak disadari.
Sehingga metode analisis mimpi dapat
digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik
berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena
ditekan oleh seseorang. Menurut pandangan teori ini, perilaku manusia
ditentukan oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi yang tidak disadari,
dorongan biologis, serta dorongan naluri dan peristiwa yang berhubungan dengan
psikoseksual pada masa enam tahun pertama.
b.
Proses Konseling
Dalam konseling psikoanalitik ini
konselor diharapkan dapat membentuk kembali struktur karakter individu dengan
membuat yang tidak sadar menjadi sadar, antara lain:
ü Proses
konseling dipusatkan pada usaha menghayati kembali pengalaman-pengalaman masa
kanak-kanak.
ü Konseling
analitik menekankan dimensi afektif dalam membuat pemahaman ketidak sadaran.
ü Mengasosiasikan
antara perasaan dan ingatan dengan pemahaman diri.
ü Satu
karakteristik psikonalisa adalah bahwa analisis bersikap anonim (tak dikenal)
dan bertindak sangat sedikit menunjukkan perasaan dan pengalamannya.
ü Konselor
harus membangun hubungan kerja sama dengan klien.
ü Menata
proses terapeutik yang demikian dalam konteks pemahaman struktur kepribadian
dan psikodinamika memungkinkan konselor merumuskan masalah klien secara
sesungguhnya.
ü Klien
harus menyanggupi dirinya sendiri untuk melakukan proses jangka panjang.
ü Setelah
beberapa kali pertemuan kemudian klien melakukan kegiatan asosiasi bebas yaitu
klien mengatakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya.
3.
Terapi
Gestalt
a.
Latar Belakang
Sejarah
Tokoh utama Terapi Gestalt adalah
Frederick S Fritz Perls (1893-1970). Terapi ini dikembangkan oleh Frederick
Perls dalam bentuk terapi eksistensial yang berpijak pada premis bahwa
individu-individu menemukan jalan hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab
pribadi jika mereka berharap mencapai kematangan. Terapi Gestalt berfokus pada
apa dan bagaimana tingkah laku dan pengalaman disini dan sekarang dengan
memadukan (mengintegrasikan) bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tak
diketahui.
Menurut teori Gestalt, individu memiliki
kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi
yang terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah tetentu dalam perkembangannya,
individu membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui
jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan
tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuan
dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan pertumbuhannya.
b.
Proses Konseling
Tujuan utama konseling Gestalt adalah
meningkatkan proses pertumbuhan klien dan membantu klien mengembangkan potensi
manusiawinya. Fokus utama dalam konseling Gestalt adalah membantu individu
melalui transisinya dari keadaan yang selalu dibantu oleh lingkungan ke keadaan
mandiri. Konsep utama terapi Perls adalah Perls menyatakan bahwa individu,
dalam hal ini manusia, selalu aktif sebagai keseluruhan. Setiap individu bukan
semata-mata penjumlahan bagian-bagian atau organ-organ seperti hati, jantung,
otak, dan sebagainya. Melainkan merupakan suatu koordinasi semua bagian
tersebut.
Garis-garis besar terapi Gestalt,
diantaranya:
v Fase
pertama: membentuk pola pertemuan terapeutik agar tercapai situasi yang
memungkinkan perubahan-perubahan yang diharapkan pada klien.
v Fase
kedua: yang harus dilakukan pertama menimbulkan motivasi pada klien. Kedua
menciptakan raport yaitu hubungan baik antara konselor dan klien agar
timbul rasa percaya klien bahwa segala usaha konselor itu disadari benar oleh
klien untuk kepentingannya.
v Fase
ketiga: klien didorong untuk mengatakan perasaan-perasaannya pada
pertemuan-pertenuan terapi saat ini, bukan menceritakan masa lalu atau
harapan-harapan masa datang.
v Fase
terakhir: klien harus memiliki ciri-ciri yang menunjukkan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien harus memiliki
kepercayaaan pada potensinya.
4.
Konseling
Rational Emotive Therapy (R.E.T)
a.
Latar Belakang
Sejarah
Tokoh dari teori ini adalah Albert Ellis
yang lahir di Pittsburgh pada tahun 1913. Ellis adalah orang yang sangat
produktif dan penuh gairah dan tak ayal lagi ia merupakan penulis dalam bidang
konseling dan psikoterapi yang paling lincah. Konsep dasar teori ini adalah
bahwa pola berpikir manusia itu sangat dipengaruhi oleh emosi, demikian pula
sebaliknya. Emosi adalah pikiran yang dialihkan dan diprasangkakan atau sebagai
suatu proses sikap dan kognitif yang intrisik. Sedangkan pikiran-pikiran
seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu dalam situasi
tetentu pikiran seseorang (Surya, 1988).
Secara umum ada dua prinsip yang
mendominasi manusia, yaitu pikiran dan perasaan. TRE beranggapan bahwa setiap
manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan, dan perilaku yang ketiganya
berlangsung secara simultan. Pikiran mempengaruhi perasaan dan perilaku,
perasaan mempengaruhi pikiran dan perilaku dan perilaku mempengaruhi pikiran
dan perasaan.
b.
Proses Konseling
Tujuan konseling
Rational-Emotif antara lain:
·
Memperbaiki dan
merubah sikap, persepsi, cara barpikir, keyakinan serta pandangan-pandangan
klien yang irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis.
·
Menghilangkan
gangguan-gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti: rasa takut, rasa
bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, merasa was-was, dan rasa marah.
Salah satu teori utama mengenai
kepribadian yang ditemukan oleh Albert Ellis dan para penganut Rational Emotive
therapy dikenal dengan “Teori A-B-C-D-E”. Teori ini merupakan sentral dari
teori dan praktek RET. Secara umum dijelaskan dalam bagan sebagai berikut:
|
Komponen
|
Proses
|
A
|
Activity/ action/ agent
Hal-hal, situasi, kegiatan atau
peristiwa yang mengawali atau yang menggerakkan individu.
|
External event
Kejadian diluar atau sekitar individu.
|
iB
rB
|
Irrational Beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan irasional atau tidak layak terhadap kejadian eksternal
(A).
Rational Beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak dan secara empirik mendukung
kejadian eksternal (A).
|
Self verbalization, terjadi dalam diri
individu, yakni apa yang terus menerus ia katakan berhubungan dengan A
terhadap dirinya.
|
iC
rC
|
Irrational Consequences, yaitu
konsekuensi-konsekuensi yang tidak layak yang berasal dari (A).
Rational or reasonable Consequences,
yakni konsekuensi-konsekuensi rational atau layak yang dianggap berasal dari
rB=keyakinan yang rasional.
|
Ratioanal Beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan yang rasional atau layak secara empirik mendukung
kejadian-kejadian eksternal (A).
|
D
|
Dispute irrational beliefs, yakni
keyakinan-keyakinan irrasional dalam diri individu saling bertentangan
(disputing).
|
Validate or invalidate
self-verbalization, yakni suatu proses self–verbalization dalam diri
individu, apakah valid atau tidak.
|
CE
|
Cognitive Effect of Disputing, yakni
efek kognitif yang terjadi dari pertentangan (dispating) dalam
keyakinan-keyakinan irasional.
|
Change self-verbalization, yakni
terjadinya perubahan dalam verbalisasi daripada individu.
|
BE
|
Behavioral Effect of Disputing yakni
efek dalam perilaku yang terjadi dalam pertentangan dalam keyakinan-keyakinan
irasional diatas.
|
Change Behavior, yakni terjadinya
perubahan perilaku dalam diri individu.
|
5.
Teori
Konseling Behavioristik
a.
Latar Belakang
Sejarah
Teori ini dikembangkan oleh Arnold
Lazarus (lahir 1932). Dalam konsep bahavioral, perilaku manusia merupakan hasil
belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling merupakan suatu penataan
proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu mengubah perilakunya
agar dapat memecahkan masalahnya.
Tugas konselor terhadap klien dalam
teori behavioral ini adalah mengaplikasikan prinsip dan mempelajari manusia
untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku
yang lebih adaptif. Yaitu menyediakan sarana untuk mencapai sasaran klien,
dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang
efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar
sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan
masyarakat secara umum (Corey, 1995).
b.
Proses Konseling
Menurut Krumboltz dan Thoresen (Shertzer
& Stone, 1980) konseling behavior merupakan suatu proses membantu orang
untuk memecahkan masalah interpersonal, emosional dan keputusan tertentu.
(Muhammad Surya, 2003:23)
Metode yang dapat digunakan adalah:
Pendekatan
operant learning hal yang penting adalah penguatan (reinforcement) yang dapat
menghasilkan perilaku klien yang dikehendaki.
Metode Unitative
Learning atau social modeling diterapkan oleh konselor dengan merancang suatu
perilaku adaptif yang dapat dijadikan model oleh klien.
Metode Cognitive
Learning atau pembelajaran kognitif merupakan metode yang berupa pengajaran
secara verbal, kontrak antara konselor dan klien, dan bermain peranan.
Metode Emotional
Learning atau pembelajaran emosional diterapkan pada individu yang mengalami
suatu kecemasan.
sangat baik buat para konselor... dan jagan lupa kunjungi situs kami http://ppbunm.blogspot.com.. terimah kasih
BalasHapus